Feeds:
Posts
Comments

Archive for March, 2013

Sepertinya Benar… saya sudah mulai lupa dengan blog saya ini.. karena setelah saya hitung sudah 5 bulan saya tidak mengupdate satu tulisan pun ke blog saia ini.. jadi saat tiap kali mau mulai menulis bawaannya selalu males…

tapi kali ini saya sedikit menyempatkan waktu untuk mengutip sedikit tulisan,, yang kebetulan saya dapat juga dari link lain yang kebetulan temanya sama dengan yang ingin saya tulis ini..

yakni..

” Status anak hasil Married By Accident “

Dalam hidup,anak adalah salah satu titipan Tuhan yang paling Berharga,.. kita sayang kita sanjung dan kita cintai,kita yakin pasti anak kita akan kita rawat dengan baik kita jaga dengan segenap hati kita,dan kurang lengkap jika dalam suatu rumah tangga blm dikarunia seorang anak,Sepasang suami istri pasti akan melakukan hal apa saja agar mendapatkan buah hati impian mereka.

Beberapa hari lalu saat saya sedang istirahat jam kantor,saya buka2 forum dan ada link yang berisikan tulisan mengenai “Status anak hasil Married by Accident” Dalam konteks ini saia teringat bahwa dahulu saia pernah memposting sebuah tulisan bertemakan ” Merried By Accident ” saia langsung teringat dan ingin melanjuti tulisan saia tersebut dengan tema kali ini yang berjudul ” Status anak Hasil Married By Accident..

Image

OK langsung aja saya share..

Istilah married by accident identik dengan perkawinan di bawah umur. Hal ini sebagaimana diungkapkan Heru Susetyo, staf pengajar Fakultas Hukum UI, dalam artikelnya berjudul Pernikahan di Bawah Umur: Tantangan Legislasi dan Harmonisasi Hukum. Di dalam artikel tersebut dia menulis antara lain bahwa hamil terlebih dahulu (kecelakaan atau populer dengan istilah married by accident) merupakan salah satu penyebab maraknya perkawinan di bawah umur.

 

Berdasarkan hal itu, kami asumsikan bahwa yang Anda maksud dengan anak hasil married by accident adalah anak yang dihasilkan dari hubungan pria dan wanita yang tidak terikat dalam perkawinan. Yang mana pria dan wanita tersebut akhirnya menikah secara sah baik secara agama maupun Negara dan anak tersebut lahir dalam perkawinan sah orangtuanya.

 

Untuk melihat status hukum anak hasil married by accident tersebut dalam hukum positif Indonesia, kita merujuk pada Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”). Berdasarkan Pasal 42 UU Perkawinan, anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Oleh karena itu, selama anak tersebut dilahirkan setelah kedua orangtuanya menikah secara sah, maka anak tersebut adalah anak yang sah dari perkawinan tersebut.

 

Akan tetapi, UU Perkawinan memberikan hak kepada suami untuk menyangkal anak yang dilahirkan oleh isterinya dalam perkawinan yang sah. Hal tersebut terdapat dalam Pasal 44 UU Perkawinan, yaitu si suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh isterinya, bila si suami dapat membuktikan bahwa isterinya telah berzina dan anak itu akibat daripada perzinaan tersebut.

 

Sementara itu, dilihat dari Hukum Islam, ada yang dinamakan dengan kawin hamil. Mengenai kawin hamil dijelaskan dalam Pasal 53 Kompilasi Hukum Islam (“KHI”), yaitu seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya. Perkawinan dengan wanita hamil tersebut dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya. Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.

 

Jika wanita tersebut telah menikah dengan pria yang menghamilinya sebelum anaknya dilahirkan, maka berdasarkan Pasal 99 KHI, anak tersebut adalah anak yang sah. Ini karena anak yang sah adalah:

a.    anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah

b.    hasil pembuahan suami istri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh istri tersebut.

 

Hukum Islam juga memberikan hak kepada suami untuk menyangkal anak yang dilahirkan oleh isterinya, sebagaimana terdapat dalam Pasal 101 dan Pasal 102 KHI:

 
Pasal 101 KHI

“Seorang suami yang mengingkari sahnya anak sedang istri tidak menyangkalnya, dapat meneguhkan pengingkarannya dengan li’an.”

 
Pasal 102 KHI

(1) Suami yang akan mengingkari seorang anak yang lahir dari istrinya, mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama dalam jangka waktu 180 hari sesudah hari lahirnya atau 360 hari sesudah putusnya perkawinan atau setelah suami itu mengetahui bahwa istrinya melahirkan anak dan berada di tempat yang memungkinkan dia mengajukan perkaranya kepada Pengadilan Agama.

(2) Pengingkaran yang diajukan sesudah lampau waktu itu tidak dapat diterima.

 

Jadi, baik dalam hukum positif Indonesia maupun dalam Hukum Islam, selama anak tersebut dilahirkan dalam perkawinan sah kedua orangtuanya, anak tersebut adalah anak yang sah dari keduanya.

 Dasar Hukum:

1.    Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

2.    Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.

so..

Bro dan sis.. setiap anak yang lahir itu polos,suci,dan bersih,,tergantung bagaimana kita mendidiknya tergantung bagaimana kita mensisipkan kebaikan yang kita ajarkan kepada anak kita.. ibarat bayi baru lahir itu diibaratkan sebagai Kertas putih polos.. tergantung dengan apa dan pakai warna apa kita menuliskan,jika kita tulis dengan tinta hitam maka kertas tersebut akan terisi tulisan hitam,dan jika kita menuliskan dengan tinta biru maka kertas tersebut pun akan menjadi biru…

sumber : Status Hukum Anak Hasil Merrid By Accident

 

 

Read Full Post »